Manajemen Trigana Air Papua kini mengintensifkan langkah pengawasan terhadap semua penerbangan di wilayah yang rawan konflik, terutama setelah insiden yang melibatkan pilot Susi Air, Captan Philip Mark Mehrtens, yang disandera oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB). Dalam sebuah pernyataan, Direktur Trigana Air Papua, Irwan Rochendi, menegaskan pentingnya menjaga keselamatan pilot dan awak pesawat dalam menjalankan operasional penerbangan.
Pengawasan Ketat Sebelum Penerbangan
Irwan Rochendi menjelaskan bahwa setiap hari sebelum pesawat Trigana Air lepas landas, pihaknya memeriksa situasi dan kondisi di bandara tujuan. "Barulah pesawat bisa terbang," ungkapnya. Kebijakan ini diambil sebagai langkah proaktif untuk mencegah terulangnya kejadian serupa yang dialami oleh pilot Susi Air. Dalam kondisi yang dianggap tidak aman atau jika terdapat informasi yang menunjukkan situasi tidak kondusif, manajemen Trigana Air akan membatalkan penerbangan tersebut.
“Kami tidak memberikan izin penerbangan ketika mendapati informasi tidak kondusif atau tidak memungkinkan, maka pesawat tidak terbang,” tegas Irwan. Dengan pendekatan yang lebih waspada ini, Trigana Air berharap bisa melindungi semua personel di lapangan, terutama yang melakukan penerbangan di daerah-daerah rawan.
Keterbatasan Armada untuk Penerbangan Perintis
Dalam pernyataan yang sama, Irwan menyampaikan bahwa saat ini Trigana Air tidak memiliki pesawat kecil untuk melayani penerbangan perintis ke daerah-daerah yang tidak memiliki lapangan terbang berstandar. Pesawat yang digunakan, seperti jenis ATR, merupakan pesawat untuk penerbangan regional jarak pendek dengan kapasitas maksimal 40 hingga 42 penumpang. Hal ini membuat akses ke sejumlah daerah terpencil di Papua terbatas, mengingat banyaknya wilayah yang masih belum memiliki fasilitas bandara yang memadai.
Trigana Air beroperasi di sejumlah lokasi di Papua yang terisolasi, termasuk Yahukimo, Wamena yang terletak di Provinsi Papua Pegunungan, serta Tanah Merah di Boven Digoel dan Kabupaten Asmat di Provinsi Papua Selatan. Meskipun mencakup rute-rute penting ini, perusahaan mengakui tantangan besar dalam melayani penerbangan ke daerah yang tidak memiliki lapangan terbang yang berstandar.
Keamanan Penerbangan Jadi Prioritas
Keamanan di wilayah Papua memang menjadi perhatian serius bagi semua pihak, termasuk Trigana Air. Kekhawatiran akan serangan oleh KKB yang masih aktif di berbagai lokasi menjadi salah satu alasan utama untuk memberlakukan kebijakan penerbangan yang lebih ketat. Irwan mengungkapkan, “Kami melayani penerbangan Papua dengan menggunakan enam maskapai pesawat yang ada saat ini, dan jarang memperoleh pemakaian ke daerah yang tidak memiliki lapangan terbang berstandar.”
Sebelumnya, isu mengenai keselamatan pilot dan awak pesawat sangat mencuat ketika Captan Philip Mark Mehrtens, pilot Susi Air, disandera oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya selama 1,5 tahun. Dan baru-baru ini, pilot tersebut berhasil dibebaskan oleh kelompok tersebut. Kejadian ini menunjukkan betapa rentannya situasi keamanan di Papua dan bagaimana hal ini berdampak langsung pada operasional penerbangan di kawasan tersebut.
Harapan untuk Masyarakat dan Transportasi
Irwan Rochendi juga menyampaikan harapannya agar kondisi keamanan di Papua dapat terus membaik, sehingga transportasi udara dapat berjalan dengan lancar. “Semoga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di daerah Papua terus membaik, sehingga transportasi udara tetap berjalan lancar,” ujarnya. Harapan ini sejalan dengan keinginan banyak pihak agar kehidupan masyarakat di Papua menjadi lebih baik, terutama dalam aksesibilitas yang sangat bergantung pada transportasi udara.
Dalam konteks yang lebih luas, situasi di Papua kian kompleks dengan adanya berbagai dinamika sosial, politik, dan ekonomi. KKB yang aktif di daerah tersebut sering kali mempengaruhi stabilitas luar dan dalam negeri, serta memberikan dampak signifikan terhadap sektor-sektor penting seperti aviasi. Berbagai langkah pengamanan yang diambil oleh Trigana Air dapat dilihat sebagai respons terhadap tantangan yang dihadapi.
Saat ini, perencanaan dan strategi yang lebih cermat dalam pengelolaan penerbangan di Papua sangat diperlukan, agar keselamatan semua pihak tetap terjaga sambil terus melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Trigana Air dengan segala upayanya, berada di garis depan dalam menyediakan akses transportasi di daerah yang sulit dijangkau, meskipun harus bergerak dengan hati-hati di tengah ancaman keamanan yang ada.
Tantangan Transportasi Udara di Papua
Sementara Trigana Air berfokus pada penerbangan yang lebih aman, tantangan di sektor transportasi udara di Papua tidak hanya berhubungan dengan konflik dan keamanan. Keterbatasan infrastruktur, kondisi cuaca yang tidak terduga, serta kebutuhan akan pesawat yang lebih sesuai untuk melayani rute-rute perintis merupakan bagian dari isu yang harus ditangani secara menyeluruh. Selain itu, komunikasi yang efektif antara pemerintah daerah, pihak keamanan, dan perusahaan penerbangan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa semua pihak tetap terlindungi.
Dengan langkah-langkah yang diambil oleh Trigana Air, diharapkan tidak hanya keselamatan penerbangan yang dapat terjaga, tetapi juga keberlangsungan pelayanan transportasi udara yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Papua, khususnya di daerah-daerah terpencil. Masyarakat semakin menyandarkan harapan pada transportasi udara untuk mempercepat akses mereka ke layanan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi yang lebih baik.
Dengan kondisi yang terus berkembang ini, kehadiran dan operasional Trigana Air di Papua mencerminkan harapan dan tantangan tersendiri, tidak hanya untuk perusahaan tetapi juga bagi masyarakat yang menjadi pengguna layanan ini.