Badung, Bali – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) telah menetapkan Naskah Kidung Bwana Winasa sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) tahun 2024. Keputusan ini diambil dalam sebuah acara resmi yang berlangsung pada 11 Oktober 2024. Naskah yang ditulis oleh Ida Pedanda Ngurah ini mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah penting, termasuk peristiwa puputan di Badung pada tahun 1906. Penetapan ini menjadi sebuah pencapaian signifikan bagi masyarakat dan kebudayaan Bali.
Mariana Ginting, Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas, hadir dalam acara tersebut dan menyerahkan sertifikat penetapan IKON kepada berbagai pihak. Sertifikat tersebut diterima oleh perwakilan Gria Gede Belayu, yang merupakan keturunan penulis, serta perwakilan Giriya Mandhara Pemaron sebagai penyimpan naskah, dan juga Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Badung yang mengusulkan penetapan tersebut. Dalam sambutannya, Mariana menjelaskan bahwa Kidung Bwana Winasa layak diakui sebagai IKON karena cakupan sejarahnya yang luas dan signifikansinya bagi perjuangan rakyat Bali melawan kolonialisme Belanda.
“Kidung Bwana Winasa dinilai oleh Dewan Pakar IKON memiliki signifikansi nasional, karena mencatat kisah perjuangan rakyat Bali melalui perang Puputan yang menjadi warisan penting bagi sejarah Indonesia,” ungkap Mariana. Penganugerahan ini diharapkan bukan hanya menjadi sebuah perayaan, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan pengetahuan dan kemajuan bangsa. Ia menegaskan bahwa aksesibilitas dan pemanfaatan naskah tersebut harus diperluas agar masyarakat dapat mempelajarinya lebih dalam.
Lebih lanjut, Mariana menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak yang telah bekerja sama dalam proses penetapan Kidung Bwana Winasa sebagai IKON. Melalui keterlibatan semua elemen, diharapkan bisa ada sinergi yang lebih baik dalam pelestarian dan pengelolaan warisan budaya, terutama naskah-naskah kuno yang memiliki nilai tinggi bagi identitas bangsa.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Badung, I Nyoman Sujendra, juga memberikan sambutan. Ia mewakili Plt. Bupati Kabupaten Badung, I Ketut Suiasa, menyampaikan pentingnya langkah pelestarian naskah kuno di daerah tersebut. “Pelestarian naskah kuno di Kabupaten Badung, khususnya lontar, telah dilakukan melalui upaya penelusuran, preservasi, dan digitalisasi. Semua ini dilakukan bekerja sama dengan penyuluh bahasa Bali dari Provinsi Bali,” ucapnya.
Perwakilan Giriya Mandhara Pemaron, Ida Pedanda Gede Mandhara Putra Kekeran sebagai penyimpan naskah, menyampaikan rasa syukur dan bangga atas terpilihnya Kidung Bwana Winasa sebagai IKON Provinsi Bali. Ia menekankan pentingnya naskah tersebut karena tidak hanya menciptakan kesadaran sejarah, tetapi juga berfungsi sebagai sarana pendidikan. “Sejarah ini bukan untuk dilupakan, melainkan untuk dijadikan panduan dalam mencari kedamaian dan kemandirian,” jelasnya.
Kidung Bwana Winasa ditulis dalam bentuk puisi tradisional macapat yang merupakan salah satu bentuk sastra lisan di Bali. Puisi tradisional ini tidak hanya menyimpan nilai estetika, tetapi juga membawa pesan moral yang terkandung dalam isi naskahnya. Dengan penetapan naskah ini sebagai IKON, diharapkan masyarakat dapat lebih menghargai dan memahami warisan budaya yang dimiliki.
Bali sebagai daerah dengan kekayaan budaya yang melimpah memiliki tanggung jawab besar dalam pelestarian naskah dan tradisi yang ada. Banyak naskah kuno, seperti lontar, yang menceritakan sejarah dan adat istiadat masyarakat Bali. Oleh karena itu, langkah-langkah untuk mendigitalisasi dan mengkonservasi naskah kuno sangatlah penting. Ini juga membuka peluang bagi generasi muda untuk belajar dan memahami identitas budaya mereka.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia berkomitmen untuk terus mendorong pelestarian serta pemanfaatan naskah-naskah ini, agar masyarakat, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dapat mengenali dan mengapresiasi kebudayaan Indonesia. Melalui penganugerahan Kidung Bwana Winasa sebagai IKON, diharapkan dapat muncul lebih banyak perhatian terhadap naskah dan warisan lainnya yang perlu ditemukan dan dilestarikan.
Masyarakat luas diharapkan dapat berpartisipasi dalam pelestarian ini dengan cara meningkatkan kesadaran akan pentingnya sejarah dan budaya yang terkandung dalam naskah-naskah kuno. Kegiatan sosialisasi, seminar, dan diskusi tentang pentingnya pemahaman sejarah dan budaya juga perlu dilakukan agar generasi muda lebih mengenali identitas mereka sebagai bangsa Indonesia.
Perpustakaan Nasional dan pemerintah daerah pun diharapkan dapat melakukan lebih banyak kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan untuk mengintegrasikan pembelajaran tentang naskah ini ke dalam kurikulum. Sehingga, pemahaman akan nilai-nilai kearifan lokal dan sejarah dapat lebih mendalam dan relevan bagi anak-anak muda saat ini.
Pelestarian dan pengembangan naskah budaya seperti Kidung Bwana Winasa menjadi penanda penting dalam upaya menjaga identitas bangsa di tengah arus modernisasi yang semakin pesat. Dengan upaya yang konkret dan berkelanjutan, naskah-naskah ini tidak hanya menjadi warisan masa lalu, tetapi juga akan hidup dan berfungsi dalam konteks hari ini dan masa depan.
Setiap langkah menuju pelestarian dan pemanfaatan naskah kuno ini menjadi bagian dari respons terhadap tantangan globalisasi yang mengancam keberadaan kebudayaan lokal. Dengan memperkuat upaya pelestarian, masyarakat diharapkan dapat berdiri bersama, menyongsong masa depan yang lebih baik dengan tetap memegang teguh akar budaya yang telah ada.