Jakarta: Dalam sebuah studi terbaru yang dirilis oleh HP bertajuk Work Relationship Index (WRI), ditemukan bahwa pengguna kecerdasan buatan (AI) di Indonesia memiliki hubungan yang lebih sehat dengan pekerjaan mereka dibandingkan dengan para pekerja yang tidak menggunakan teknologi tersebut. Studi ini melibatkan lebih dari 15.600 responden di 12 negara, termasuk Indonesia, dan mengungkap berbagai dinamika yang memengaruhi hubungan pekerja dengan pekerjaan mereka saat ini.
Hasil studi menunjukkan bahwa 44% pekerja intelektual di Indonesia melaporkan memiliki hubungan yang sehat dengan pekerjaan mereka, sebuah peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, secara global, hanya 28% pekerja intelektual yang mengalami hal serupa, meski ada peningkatan satu poin dibandingkan tahun lalu. Hal ini mengindikasikan bahwa di Indonesia, adopsi AI dan pengalaman kerja yang dipersonalisasi menjadi dua solusi potensial untuk memperkuat hubungan pekerja dengan pekerjaan mereka.
Choon Teck Lim, Managing Director HP Indonesia, menjelaskan bahwa "teknologi pintar adalah kunci untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat ini.” Dia percaya bahwa pemanfaatan AI dalam berbagai aspek pekerjaan dapat membuka jalan bagi pekerja untuk mencapai kepuasan baik secara pribadi maupun profesional. Ini sejalan dengan visi Indonesia Emas, yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan kemajuan bangsa.
Studi ini juga menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan pengalaman kerja, termasuk peran pekerjaan dalam kehidupan pekerja, keterampilan yang dimiliki, peralatan kerja, dan ekspektasi terhadap kepemimpinan. Selain itu, ia menjelaskan bahwa pekerja intelektual kini menginginkan pengalaman kerja yang dipersonalisasi. Di seluruh dunia, dua pertiga pekerja menyatakan keinginan untuk mendapatkan pengalaman kerja yang lebih sesuai dengan kebutuhan pribadi mereka, termasuk ruang kerja yang fleksibel dan akses terhadap teknologi pilihan.
Penting untuk dicatat bahwa 87% pekerja intelektual di Indonesia percaya bahwa jika pekerjaan disesuaikan dengan kebutuhan mereka, mereka akan lebih berinvestasi dalam pertumbuhan perusahaan. Selain itu, 69% dari mereka juga yakin bahwa pengalaman kerja yang dipersonalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan umum mereka. Hal ini semakin diperkuat dengan 68% pekerja yang mengatakan bahwa mereka akan lebih lama menetap di perusahaan jika mendapatkan pengalaman kerja yang lebih personal.
Kesediaan pekerja untuk melakukan pengorbanan demi personalisasi pekerjaan juga mencolok, di mana 87% pekerja intelektual global dan 95% di Indonesia rela mengorbankan sebagian dari gaji mereka. Rata-rata, mereka bersedia memberikan hingga 14% dari gaji mereka, dengan pekerja Gen Z bahkan bersedia hingga 19%.
Dalam konteks penggunaan AI, pada tahun 2024, 66% pekerja intelektual global telah memanfaatkan teknologi ini, naik signifikan dari 38% pada tahun sebelumnya. Sementara itu, di Indonesia, 87% pekerja intelektual menggunakan AI di tempat kerja—sebuah lompatan drastis dari 53% pada tahun lalu.
Manfaat AI bagi pekerja sangat jelas. Hasil survei menunjukkan bahwa 73% pekerja intelektual global merasa AI membuat pekerjaan mereka lebih mudah, dengan hampir 69% yang menyesuaikan penggunaan AI untuk meningkatkan produktivitas mereka. Di Indonesia, angka tersebut lebih tinggi, dengan 92% pekerja merasakan manfaat yang sama dan 83% menyesuaikan penggunaan AI mereka untuk hasil yang lebih optimum.
Penelitian menyimpulkan bahwa 60% pekerja intelektual di seluruh dunia mengakui bahwa AI membantu mereka mencapai keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik, dan angka ini mencapai 64% di Indonesia. Selain itu, 68% pekerja global dan 86% pekerja Indonesia percaya bahwa AI membuka peluang baru dalam karier mereka. Menghantarkan pada kesehatan mental dan fisik yang lebih baik, 73% pekerja global dan 88% pekerja Indonesia merasa bahwa pemahaman yang lebih dalam tentang teknologi ini memfasilitasi kemajuan karier mereka.
Namun, tak dapat dipungkiri bahwa ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi. Penelitian menunjukkan bahwa 37% pekerja intelektual di seluruh dunia merasa khawatir bahwa pekerjaan mereka bisa digantikan oleh AI, meningkat 5 poin dari tahun lalu. Di Indonesia, 60% pekerja yang tidak menggunakan AI mengungkapkan kekhawatiran yang sama. Kecemasan ini menyoroti pentingnya perusahaan untuk mendorong penggunaan AI di antara para karyawan agar mereka bisa tetap relevan dan beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat.
Dalam tataran yang lebih luas, temuan ini menjadi basis pembicaraan penting mengenai peran teknologi di tempat kerja. Penting bagi perusahaan untuk memberikan dukungan serta sumber daya yang tepat agar pekerja dapat memanfaatkan AI secara optimal, bukan hanya sebagai alat, tetapi juga sebagai mitra dalam pencapaian tujuan profesional dan kesejahteraan pribadi.
Dengan adopsi AI yang semakin meningkat dan kebutuhan untuk pengalaman kerja yang lebih dipersonalisasi, yang didorong oleh harapan tinggi dari para pekerja, menjadi jelas bahwa hubungan antara pekerja dan pekerjaan di Indonesia tengah mengalami transformasi yang sangat positif. Potensi masa depan terlihat cerah apabila semua pihak bersinergi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik.