Tia Rahmania, mantan calon anggota DPR dari PDIP untuk daerah pemilihan Banten I, kini harus menghadapi kenyataan pahit usai gagal dilantik sebagai anggota legislatif. Pemecatan Tia dari PDIP dan posisinya sebagai anggota DPR terjadi setelah terungkapnya dugaan penggelembungan suara dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 yang diadakan di daerah pemilihannya. Kasus ini mencuat setelah seorang kader PDIP, Bonnie Triyana, mengajukan gugatan yang menuding adanya manipulasi suara yang menguntungkan Tia.
Awal Kasus Penggelembungan Suara
Gugatan terhadap dugaan penggelembungan suara ini diajukan oleh Bonnie Triyana pada Mei 2024 ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten. Bonnie menuduh bahwa delapan petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di daerahnya terlibat dalam kegiatan penggelembungan suara. "Delapan PPK terbukti bersalah menggelembungkan suara, diberi sanksi administrasi. Kenapa Tia tak disebut, karena gugatnya itu penyelenggara pemilu," ungkap Bonnie dalam pernyataannya yang disampaikan pada 26 September 2024.
Setelah Bawaslu memutuskan bahwa delapan PPK bersalah, Bonnie melanjutkan langkah hukum ini ke Mahkamah Partai PDIP. Dalam konteks ini, sengketa tersebut lebih bersifat internal, karena baik Bonnie maupun Tia keduanya merupakan kader PDIP yang mencalonkan diri di dapil yang sama. Oleh karena itu, PDIP memiliki peran penting dalam menyelesaikan sengketa suara di antara kadernya.
Proses di Mahkamah Partai
Bonnie Triyana mengungkapkan bahwa ia mengajukan gugatan ke Mahkamah Partai PDIP pada 13 dan 14 Mei. Menurutnya, proses sidang di Mahkamah Partai berjalan panjang, dan keputusan akhirnya dikeluarkan pada bulan Agustus 2024. Hasil dari keputusan ini berujung pada pemecatan Tia Rahmania dari keanggotaan partai, meskipun detil keputusan tidak dijelaskan secara rinci.
Berdasarkan putusan Mahkamah Partai, PDIP secara resmi memecat Tia Rahmania, yang mengakibatkan hilangnya statusnya sebagai calon anggota DPR terpilih. Hal ini pula yang mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengeluarkan KPU Nomor 1368 Tahun 2024, yang secara resmi menggantikan posisi Tia dengan Bonnie Triyana sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil Banten I.
Keputusan KPU dan Konsekuensinya
Surat keputusan dari KPU tersebut menetapkan Bonnie Triyana sebagai pengganti Tia Rahmania dengan perolehan suara sah sebesar 36.516. Dalam surat itu dijelaskan bahwa Tia Rahmania tidak lagi memenuhi syarat untuk dilantik sebagai anggota DPR karena telah diberhentikan dari keanggotaan PDIP. Keputusan KPU itu jelas menyatakan, "Tia Rahmania, M.Psi., Psikolog, tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR karena yang bersangkutan diberhentikan dari anggota partai." Keputusan ini ditandatangani oleh Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, pada 23 September 2024.
Ketidakberpihakan dalam Kritik terhadap KPK
Pemecatan Tia Rahmania juga sempat dihubungkan dengan kritik yang ia berikan terhadap Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron. Namun, Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, membantah hal ini, menegaskan bahwa pemecatan Tia tidak ada hubungannya dengan kritik tersebut. Djarot mengkonfirmasi, "Sama sekali tidak ada kaitannya dengan persoalan yang bersangkutan mengkritik NG (Nurul Ghufron). Pergantian yang bersangkutan terkait dengan gugatan Bonnie Triyana ke Mahkamah Partai karena perselisihan penghitungan suara di dapil Banten I."
Dalam penjelasannya, Djarot menyebutkan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam sengketa suara, termasuk Tia dan Bonnie, telah diundang oleh Mahkamah Partai untuk memberikan bukti-bukti terkait hasil penghitungan suara. Keputusan Mahkamah Partai yang memutuskan untuk memihak Bonnie Triyana ini berujung pada pemecatan Tia dan pengangkatan Bonnie sebagai anggota DPR terpilih.
Implikasi Pemecatan bagi Tia Rahmania dan PDIP
Kasus ini memberi dampak signifikan bagi Tia Rahmania dan PDIP sebagai partai. Tia, yang sebelumnya diharapkan menjadi salah satu wakil aspiratif di DPR, kini terpaksa menelan pil pahit akibat dugaan kecurangan yang melibatkan suara dan kelakuan dari beberapa oknum dalam penyelenggaraan pemilihan. Sementara itu, bagi PDIP, kejadian ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya transparansi dan integritas dalam proses pemilihan.
Dengan keputusan ini, Bonnie Triyana resmi menyandang posisi sebagai anggota DPR terpilih, menggantikan Tia Rahmania yang terpaksa menanggalkan jabatannya akibat keputusan yang diambil berdasarkan dugaan penggelembungan suara. Hal ini tak hanya menjadi sorotan bagi kader PDIP saja, tetapi juga bagi masyarakat umum yang mengharapkan pemilu yang bersih dan transparan ke depannya.
Respons Masyarakat terhadap Kasus ini
Tentu saja, pemecatan Tia Rahmania memunculkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat, terutama pengamat politik dan penggiat pemilu. Banyak yang menekankan pentingnya melakukan audit yang lebih ketat terhadap proses pemilihan untuk memastikan tidak terulang kasus serupa di masa depan.
Ketidakpuasan terhadap penghitungan suara yang menguntungkan satu pihak ini menunjukkan bahwa perlu adanya pengawasan lebih lanjut dalam setiap proses pemilihan, sekaligus upaya untuk menjaga marwah demokrasi. Merefleksikan insiden ini, publik diharapkan semakin skeptic dan kritis terhadap proses pemilu, serta mencari kejelasan dari setiap kebijakan yang diambil dalam konteks kepemiluan.
Dengan berakhirnya perjalanan politik Tia Rahmania yang singkat ini dalam konteks keanggotaannya di DPR, hal ini menjadi perhatian bagi para calon legislatif lainnya agar selalu menjaga integritas dan kejujuran dalam pertarungan politik mereka. Keputusan ini juga menegaskan bahwa suara rakyat harus dijaga dan dihormati, serta partai harus mendukung kadernya dengan melaksanakan prinsip keadilan.