Bisnis

Pemerintah Diingatkan: Cukai Rokok 2025 Tidak Naik, Hindari Lonjakan Tahun Berikutnya

Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025 disambut baik oleh berbagai pihak. Langkah ini dianggap sebagai upaya perlindungan terhadap industri dan tenaga kerja yang terkait dengan tembakau. Meskipun tidak ada kenaikan yang dilakukan tahun depan, para ekonom dan pengamat industri mengingatkan pemerintah agar tetap konsisten dalam kebijakan ini, terutama menjelang 2026.

Keputusan tidak menaikkan CHT pada 2025 diharapkan mampu memberikan stabilitas bagi industri tembakau yang tengah mengalami tantangan berat. Andry Satrio Nugroho, Ekonom dari The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menilai bahwa keputusan ini merupakan langkah yang baik. Namun, ia menekankan pentingnya menghindari lonjakan tarif pada tahun berikutnya. Ia mengingatkan kembali pengalaman tahun 2019, di mana tidak ada kenaikan cukai, tetapi pada tahun 2020, pemerintah justru menerapkan kenaikan yang tergolong drastis dengan persentase double digit.

"Pengalaman itu harus menjadi pelajaran bagi kita semua. Kita tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, di mana pada 2020 Indonesia menghadapi lonjakan cukai yang membebani masyarakat," ujar Andry. Ia menambahkan bahwa agar stabilitas dapat terjaga, kebijakan cukai ke depan perlu memberikan ruang adaptasi bagi industri tembakau, selain mengantisipasi fenomena downtrading, yaitu pergeseran konsumen ke produk rokok yang lebih murah.

Fenomena downtrading ini telah menjadi perhatian utama dalam kebijakan cukai ke depan. Menurut Andry, penting untuk memahami bahwa jika konsumen beralih ke produk rokok yang lebih murah, maka upaya pengendalian terhadap peredaran rokok ilegal semakin sulit dilakukan. "Kebijakan CHT di 2025 perlu difokuskan pada penanganan downtrading ini. Tanpa langkah yang preventif, kita justru akan menghadapi masalah baru," papar Andry.

Terdapat kekhawatiran lain yang meliputi industri tembakau, yaitu rencana Kementerian Kesehatan untuk menerapkan kemasan polos tanpa merek untuk produk rokok. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Kebijakan tersebut dinilai dapat memperburuk situasi downtrading dan meningkatkan peredaran rokok ilegal.

Elizabeth Kusrini, Direktur Eksekutif Indonesian Budget Center (IBC), juga memberikan penilaian serupa. Ia menyatakan bahwa keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai pada 2025 perlu diapresiasi, namun ia mengkhawatirkan penerapan kebijakan kemasan polos yang berpotensi membuat konsumen memilih produk yang lebih murah, bahkan yang tidak terdaftar secara legal. “Penerapan kemasan polos tanpa merek harus dievaluasi dengan seksama, karena bisa berisiko memperbesar porsi rokok ilegal yang beredaran di masyarakat," ancam Elizabeth.

Kondisi industri tembakau saat ini memang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. Setiap kebijakan yang diambil berpotensi memiliki dampak signifikan terhadap pendapatan negara, mengingat kontribusi cukai rokok terhadap anggaran negara sangat besar. Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk menjaga konsistensi dan tidak terburu-buru dalam menetapkan kebijakan yang dapat menyebabkan dampak jangka pendek maupun panjang.

Dari berbagai hasil penelitian, potensi dampak dari kebijakan kemasan polos tanpa merek, di samping keinginan untuk mengurangi konsumsi rokok, justru bisa menghasilkan efek sebaliknya. Para peneliti menyoroti bahwa dengan adanya kebijakan tersebut, peredaran rokok ilegal akan meningkat, karena konsumen akan mencari produk dengan harga yang lebih terjangkau, terlepas dari apakah produk tersebut legal atau tidak.

Ekonom juga menilai, untuk menjaga potensi pendapatan negara dari sektor cukai, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap produksi dan peredaran rokok, baik yang legal maupun yang ilegal. Tanpa pengawasan yang solid, risiko kehilangan pendapatan dari sektor ini menjadi semakin besar. "Ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Sementara kita berharap CHT tidak naik, kita juga harus memperhatikan pengawasan terhadap produk rokok di pasaran," ungkap Andry.

Menghadapi masa depan, pemerintah harus mulai memikirkan strategi jangka panjang untuk industri tembakau. Stabilitas kebijakan dalam hal cukai rokok akan menjadi kunci untuk keberlangsungan industri ini, termasuk perlindungan bagi tenaga kerja yang bergantung padanya. Penentuan tarif yang realistis harus diimbangi dengan pertimbangan mengenai kesejahteraan masyarakat serta pencegahan peredaran produk ilegal.

Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh terhadap rencana penerapan kemasan polos tanpa merek serta kebijakan tarif cokai di masa mendatang sangat krusial. Dengan memperhatikan masukan dari ekonom dan pelaku industri, pemerintah diharapkan mampu mengelola kebijakan cukai dengan lebih bijak dan terarah. Masyarakat juga semestinya diajak untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi mengenai kebijakan yang akan diambil demi kesehatan dan ekonomi yang berkelanjutan.

Seiring dengan dinamika industri yang terus berkembang, pemerintah perlu beradaptasi dan mencari cara untuk memastikan stabilitas tanpa mengorbankan masa depan mereka yang bergantung pada sektor tembakau.

Redaksi Ilmiah

Ilmiah merupakan situs media online yang menyajikan berita dan informasi terbaru di Indonesia yang paling update.
Back to top button