Pemerintah Indonesia telah menolak kehadiran aplikasi e-commerce, Temu, yang diklaim dapat merugikan industri dalam negeri dengan harga produk yang sangat murah. Meskipun demikian, aplikasi yang berasal dari China ini telah berhasil masuk ke pasar Vietnam dan Brunei Darussalam, melanjutkan ambisinya untuk memperluas jangkauan di kawasan Asia Tenggara. Penolakan dari pihak Indonesia tidak menyurutkan langkah Temu untuk menjajaki pasar baru yang dianggap menjanjikan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkapkan keprihatinan pemerintah terhadap dampak dari aplikasi tersebut. Ia menyerukan agar pemerintah tetap waspada dan berpikir panjang mengenai izin operasional aplikasi e-commerce ini. “Sebaiknya pemerintah hati-hati lah memberi izin kepada Temu,” ujar Teten. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Tanah Air yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi lokal.
Kekhawatiran terhadap Temu berakar dari indikasi bahwa harga produk yang ditawarkan di platform e-commerce ini sangat rendah, yang dapat mengancam daya saing pasar lokal. Dilaporkan bahwa kehadiran Temu di Indonesia bisa berpotensi menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, terutama di sektor industri yang tidak dapat bersaing dengan harga yang ditawarkan oleh aplikasi tersebut. Sebelumnya, Menkominfo RI Budi Arie Setiadi juga melarang aplikasi Temu beroperasi di Indonesia, menguatkan langkah pemerintah untuk melindungi pelaku bisnis lokal.
Setelah penolakan di Indonesia, Temu melanjutkan ekspansi ke Vietnam. Namun, masuknya aplikas ini tampaknya kurang terencana. Dikutip dari Vnexpress, aplikasi Temu mulai beroperasi di Vietnam tanpa adanya dukungan bahasa lokal, hanya tersedia dalam bahasa Inggris. Ini menunjukkan pendekatan yang tergesa-gesa dalam adaptasi pasar yang baru. Selain itu, Temu juga mengakui bahwa mereka hanya mau menerima pembayaran melalui kartu kredit dan Google Pay tanpa menyediakan opsi dompet digital lokal yang lebih umum digunakan di Vietnam.
Di Vietnam, kecepatan pengiriman yang ditawarkan oleh Temu menjadi salah satu daya tarik tambahan. Mereka menjanjikan waktu pengiriman antara empat hingga tujuh hari, yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan waktu pengiriman ke Malaysia atau Filipina yang membutuhkan waktu antara lima hingga 20 hari. Data ini diperkuat oleh hasil riset dari Momentum Works, sebuah firma riset yang berbasis di Singapura.
Beralih ke Brunei Darussalam, aplikasi Temu terlihat lebih adaptif dengan menyediakan layanan dalam bahasa Inggris serta bahasa Melayu resmi negara tersebut. Penyediaan opsi bahasa ini menggambarkan upaya Temu untuk lebih dekat dengan pasar lokal Brunei. Meskipun demikian, tantangan dalam hal metode pembayaran tetap ada, karena aplikasi ini masih belum memberikan opsi pembayaran yang umum digunakan oleh masyarakat lokal.
Kehadiran Temu di dua negara tersebut menegaskan daya saing global platform e-commerce, yang kini semakin sengit. Dengan banyaknya aplikasi e-commerce yang berlomba-lomba untuk menarik konsumen di Asia Tenggara, kehadiran Temu menjadi perhatian khusus bagi para pelaku pasar lokal. Beberapa analis menyebut bahwa Temu mungkin memiliki strategi jangka panjang yang mengedepankan harga murah untuk menarik konsumen, meskipun ada risiko berhadapan dengan regulasi pemerintah di negara-negara yang ada.
Munculnya Temu di Vietnam dan Brunei menunjukkan bahwa meskipun mendapat penolakan di satu negara, aplikasi seperti ini terus berusaha mencari celah untuk berkembang di tempat lain. Ini menciptakan tantangan baru bagi industri lokal di kedua negara tersebut. Bagi Vietnam, yang tengah berupaya mengembangkan basis industri lokal dan melindungi pelaku UMKM, kehadiran Temu bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, konsumen diuntungkan dengan pilihan yang lebih banyak dan harga yang lebih bersaing, tetapi di sisi lain pelaku usaha lokal mungkin merasa terjepit oleh luruhnya daya saing.
Kedua situasi ini menyoroti pentingnya bagi pemerintah setempat untuk memperhatikan dan menyusun regulasi yang efektif dalam menghadapi ekspansi aplikasi e-commerce asing. Langkah-langkah proaktif harus diambil untuk menjaga keseimbangan antara menarik investasi luar dan melindungi industri domestik. Di sinilah peran pemerintah menjadi sangat krusial untuk mengatur bagaimana aplikasi seperti Temu dapat beroperasi tanpa mengganggu ekosistem bisnis lokal yang sudah ada.
Dengan adanya Temu yang kini beroperasi di Vietnam dan Brunei, pelaku UMKM dan industri lokal di kedua negara tersebut dihadapkan pada tantangan baru. Kemampuan mereka untuk beradaptasi, berinovasi, dan meningkatkan daya saing akan menjadi faktor penting dalam jangka panjang. Sementara itu, konsumen di dua negara ini akan menikmati beragam pilihan dan harga menarik, menciptakan dinamika baru dalam pasar e-commerce di kawasan Asia Tenggara.