Jakarta: Dalam upaya melindungi warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) melaporkan telah berhasil menyelesaikan lebih dari 200.000 kasus yang mencakup berbagai situasi, mulai dari masalah hukum hingga evakuasi ekstrem. Kebijakan ini menjadi prioritas utama dalam kebijakan luar negeri Indonesia sejak 2014, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa lebih dari 200.000 kasus yang teratasi melibatkan upaya diplomasi dan koordinasi antara Kemenlu dan lembaga lainnya di dalam negeri. Dari total kasus tersebut, 360 WNI telah berhasil diselamatkan dari hukuman mati, sedangkan 56 WNI lainnya berhasil dibebaskan dari situasi penyanderaan. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga berhasil merepatriasi lebih dari 18.000 WNI dari berbagai negara yang terlibat dalam situasi konflik dan bencana, serta mendapatkan kembali hak-hak finansial WNI yang total nilainya mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Seiring dengan tantangan yang dihadapi selama pandemi Covid-19, Pemerintah RI mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi sekira 88.000 WNI di luar negeri dari potensi penularan. Vaksinasi massal menjadi salah satu strategi yang diterapkan untuk menyelamatkan WNI dari ancaman kesehatan global ini.
Kasus-kasus spesifik yang menjadi sorotan dalam periode ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam melindungi WNI di negara-negara yang mempunyai sistem hukum dan situasi geopolitik yang kompleks. Satu di antara yang paling dikenal adalah kasus Satinah. Seorang WNI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi karena dituduh membunuh majikannya pada tahun 2007. Melalui diplomasi dan penggalangan dana untuk membayar diyat, pemerintah berhasil menyelamatkan nyawa Satinah pada tahun 2014.
Namun, tidak semua WNI beruntung. Beberapa individu lainnya, termasuk Tuti Tursilawati dan Zaini Misrin, menjadi korban eksekusi tanpa pemberitahuan. Episode kelam ini menggambarkan kerasnya hukum yang berlaku di negara asing, di mana nyawa WNI sering kali berada dalam ancaman tanpa adanya jaminan perlindungan yang memadai.
Pada tahun 2015, wabah konflik bersenjata di Yaman memicu evakuasi besar-besaran terhadap ribuan WNI, di mana Kemenlu RI berkolaborasi dengan berbagai lembaga internasional untuk memfasilitasi pemulangan pekerja migran dan pelajar. Evakuasi ini adalah satu dari sekian banyak tindakan yang menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi warganya di luar negeri.
Dalam konteks yang lebih luas, tantangan juga muncul ketika banyak WNI terjerat dalam jaringan terorisme, termasuk keterlibatan mereka dengan ISIS di Suriah dan Irak antara tahun 2015 hingga 2020. Pemerintah RI mengambil sikap tegas untuk tidak memulangkan mereka yang terlibat langsung dalam tindakan terorisme, walaupun berupaya memberikan perlindungan bagi anak-anak yang tidak terlibat.
Kasus Siti Aisyah pada tahun 2017 juga menarik perhatian masyarakat. Aisyah, yang terlibat dalam kasus pembunuhan Kim Jong-nam di Malaysia, berhasil dibebaskan berkat intervensi diplomasi pemerintah yang intens. Meski demikian, tidak semua kasus berakhir baik, dan banyak WNI lainnya yang terjebak dalam berbagai situasi yang melanggar hak asasi manusia.
Memasuki era digital, lebih dari 3.700 kasus penipuan online menimpa WNI antara tahun 2020 hingga 2024, mayoritas terjadi di Kamboja. Dalam modus ini, para WNI dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi, namun justru dipaksa untuk menjadi penipu di dunia maya. Pada Juli 2024, Kemenlu RI berhasil memulangkan 3.703 WNI yang terjebak dalam skema ini dari delapan negara.
Situasi semakin mendesak ketika konflik global mempengaruhi keamanan WNI. Ketika Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, Pemerintah Indonesia segera menyiapkan upaya evakuasi bagi warganya yang terjebak di negara berkonflik tersebut. Hal ini juga berlanjut pada tahun 2023 ketika Sudan mengalami konflik internal, di mana pemerintah berhasil mengevakuasi ratusan WNI yang berada dalam situasi berbahaya.
Peristiwa terbaru yang mengguncang situasi perlindungan WNI adalah invasi Israel ke Gaza dan ketegangan di Lebanon. Di tengah kondisi yang tidak pasti, pemerintah Indonesia mengevakuasi sejumlah WNI dari daerah konflik ini, termasuk upaya mengoordinasikan evakuasi melalui kedutaan besar.
Dalam konteks multilateral, ketegangan yang terjadi di Lebanon juga mengakibatkan cedera bagi personel TNI yang tergabung dalam UNIFIL. Serangan terhadap pasukan perdamaian ini mendapat kecaman dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Presiden Joko Widodo menekankan bahwa pasukan perdamaian tidak seharusnya menjadi target serangan, menunjukkan komitmen Indonesia pada diplomasi dan perlindungan terhadap warganya di luar negeri.
Dengan lebih dari 200.000 kasus yang berhasil diselesaikan, perjalanan penanganan perlindungan WNI di luar negeri mencerminkan betapa pentingnya peran pemerintah dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan warganya. Upaya ini tidak hanya mencakup aspek hukum, tetapi juga humanis, menjaga hak dan harkat WNI di tengah berbagai tantangan yang dihadapi di seluruh dunia.