Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengumumkan bahwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia pada tahun 2024 ini dalam kondisi terkendali. Penurunan angka hotspot yang signifikan menjadi salah satu alasan optimisme ini. Berdasarkan pantauan satelit Terra/Aqua dengan confidence level 80 persen, terdapat pengurangan sekitar 4.623 titik panas atau 59,38 persen. Pada tahun 2024, jumlah hotspot yang terdeteksi dari 1 Januari hingga 10 Oktober adalah sebanyak 3.163 titik, berbanding jauh dengan 7.786 titik di periode yang sama pada tahun 2023.
Luas Karhutla Selama 2024
Luas lahan yang terbakar selama periode 1 Januari hingga 30 September 2024 tercatat mencapai 283.620,51 hektare. Dari jumlah tersebut, luas karhutla lahan gambut adalah 25.193,57 hektare atau setara dengan 8,88 persen dari total area yang terbakar, sedangkan tanah mineral menyentuh angka 258.426,94 hektare atau 91,12 persen.
Ketiga provinsi dengan luasan areal terbakar tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan 93.572,19 hektare pada tanah mineral, Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan 34.430,48 hektare, dan Jawa Timur (Jatim) yang mengalami kebakaran seluas 18.822,62 hektare. Jika dilihat berdasarkan jenis lahan, area terbakar didominasi oleh lahan tidak berhutan dengan luas mencapai 252.320,33 hektare, sedangkan lahan berhutan yang terbakar mencatat angka 31.300,18 hektare.
Emisi Karbon dari Karhutla
Dari sisi dampak lingkungan, emisi karbon yang dihasilkan akibat karhutla selama periode Januari hingga September 2024 mencapai 41.201.963 ton CO2e. Emisi ini terdiri dari kebakaran lahan gambut yang menghasilkan 11.589.698 ton CO2e dan kebakaran lahan mineral sebesar 29.612.265 ton CO2e.
Status Siaga Darurat Karhutla
Dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, delapan provinsi di Indonesia telah menetapkan status siaga darurat karhutla. Provinsi tersebut meliputi Riau, Sumatra Selatan, NTB, Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Selatan.
Upaya Pengendalian dan Pencegahan
KLHK menjelaskan bahwa berbagai upaya pencegahan dan pengendalian karhutla telah dilakukan di provinsi-provinsi yang berisiko. Ini meliputi deteksi dini titik panas, patroli oleh Manggala Agni yang bekerjasama dengan TNI, Polri, serta komunitas setempat. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat, pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA), dan berbagai kegiatan seperti operasi modifikasi cuaca, water bombing, serta patroli udara juga dioptimalkan.
Hingga 10 Oktober 2024, kegiatan patrol sudah dilakukan di 1.725 desa secara mandiri oleh Manggala Agni, dan bersama dengan UPT KLHK, TNI/Polri, serta Masyarakat Peduli Api di 379 desa. Patroli pencegahan ini telah menyentuh banyak provinsi, termasuk Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat, di antara lainnya.
Kesadaran Masyarakat dan Aktivitas Sosial
Masyarakat juga diharap dapat berpartisipasi aktif dalam pencegahan karhutla melalui berbagai inisiatif lokal. Masyarakat Peduli Api (MPA) menjadi salah satu cara untuk melibatkan penduduk lokal dalam menjaga lingkungan dan mengurangi risiko kebakaran. Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga lahan dan memberi informasi tentang potensi kebakaran menjadi salah satu kunci dalam pengendalian karhutla.
Teknologi dan Inovasi dalam Pengendalian Kebakaran
Dengan perkembangan teknologi, KLHK berupaya untuk mengimplementasikan sistem yang lebih canggih dalam deteksi dini dan respons cepat terhadap kebakaran. Penerapan teknologi penginderaan jauh dan pemantauan satelit dinilai sangat penting untuk meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi potensi kebakaran sebelum terjadi. Ini diharapkan dapat membantu mempercepat respon dan mengumpulkan informasi yang akurat mengenai status kebakaran di lapangan.
Dukungan Internasional dan Kerjasama
Kerja sama dengan pihak internasional dalam pengendalian karhutla juga menjadi bagian strategis untuk meminimalisir dampak dari kebakaran hutan. Berbagai bantuan teknis dan finansial dari organisasi internasional diharapkan mampu mendukung program-program pencegahan dan pengendalian karhutla di Indonesia.
Kendala dan Tantangan ke Depan
Meskipun situasi terkendali saat ini, tantangan ke depan tetap ada. Faktor perubahan iklim, peningkatan suhu, serta lahan terbakar yang sudah ada dapat memicu kebakaran di masa depan. Oleh karena itu, kebijakan yang berkelanjutan dan penegakan hukum yang tegas serta pengawasan yang efektif terhadap tanah berisiko akan sangat penting untuk mengurangi insiden kebakaran hutan mendatang.
Sebagai bagian dari upaya ini, pungutan lingkungan dan penerapan sanksi bagi pelanggar kebakaran di lahan gambut atau lahan kritis diharapkan dapat berkontribusi dalam menekan angka kerusakan hutan dan lahan. KLHK juga berkomitmen untuk melanjutkan upaya edukasi dan penguatan kapasitas masyarakat dalam menjaga lingkungan.
Dengan segala langkah ini, KLHK berkeyakinan bahwa karhutla dapat dikelola dengan lebih baik dan dampaknya terhadap lingkungan serta masyarakat dapat diminimalkan.