Para ahli imunologi mengungkapkan bahwa pria lebih rentan terhadap penyakit dibandingkan wanita, sebuah temuan yang menarik perhatian banyak pihak terkait kesehatan. Penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam cara kerja sistem kekebalan tubuh pria dan wanita. Menurut Dr. Matthew Memoli, peneliti utama di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, pria cenderung tidak mengambil langkah pencegahan yang diperlukan, seperti mengenakan masker dan mencuci tangan, hal ini meningkatkan risiko mereka terserang penyakit.
Dalam sebuah wawancara dengan Channel News Asia, Dr. Memoli menerangkan bahwa perilaku tidak sehat yang lebih umum di kalangan pria, seperti merokok dan minum alkohol, serta ketidakberanian mereka untuk mencari perawatan medis, dapat memperburuk kondisi kesehatan mereka saat sakit. Ini menunjukkan bahwa faktor gaya hidup secara signifikan mempengaruhi kesehatan pria.
Di sisi lain, wanita memiliki sistem kekebalan yang lebih responsif. Profesor Sabra Klein dari Universitas Johns Hopkins menjelaskan bahwa sel imun dalam tubuh wanita cenderung lebih cepat mendeteksi ancaman dari virus atau bakteri. Wanita menghasilkan lebih banyak protein inflamasi atau sitokin, yang memainkan peran penting dalam mempercepat respons terhadap infeksi.
Salah satu faktor yang turut berkontribusi terhadap perbedaan ini adalah peran hormon seks. Hormon testosteron pada pria diketahui dapat melemahkan fungsi kekebalan tubuh. Sebaliknya, estrogen yang dimiliki wanita justru dapat meningkatkan produksi antibodi mereka, meskipun estrogen juga bisa menekan respons peradangan dalam tubuh. Hal ini menunjukkan kompleksitas dalam hubungan antara hormon dan sistem kekebalan tubuh.
Faktor genetik juga menjadi elemen penting dalam menjelaskan mengapa pria lebih rentan terhadap berbagai penyakit. Kromosom X menyimpan sejumlah gen yang terkait dengan kekebalan tubuh, dan karena wanita memiliki dua kromosom X sementara pria hanya memiliki satu, ini memberikan keuntungan bagi wanita dalam hal kemampuan melawan infeksi.
Namun, walaupun wanita memiliki sistem kekebalan yang lebih kuat, mereka juga tidak luput dari risiko. Penelitian menunjukkan bahwa mereka cenderung melaporkan gejala yang lebih parah saat terinfeksi penyakit pernapasan ringan. Dalam sebuah studi yang dilakukan, wanita yang terinfeksi virus influenza mengalami gejala yang lebih buruk dibandingkan dengan pria. Ini menandakan bahwa meskipun sistem kekebalan wanita lebih responsif, risiko mengalami gejala yang lebih berat dan kemungkinan komplikasi jangka panjang juga meningkat.
Dr. Memoli mengingatkan bahwa sistem kekebalan yang terlalu aktif juga bisa berbahaya. Kondisi ini dapat menyebabkan gejala yang berlangsung lebih lama, seperti yang terlihat pada kasus sindrom pasca infeksi atau pengalaman COVID-19 berkepanjangan. Oleh karena itu, meskipun wanita memiliki keunggulan dalam respons imun, hal ini tidak berarti mereka sepenuhnya terlindungi dari efek samping yang berbahaya.
Temuan-temuan ini menekankan pentingnya untuk memahami perbedaan imunitas antara pria dan wanita, serta kebutuhan untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan dan perawatan yang sesuai baik bagi pria maupun wanita. Pendekatan yang berbasis gender dalam kesehatan menjadi sangat relevan, terutama dalam menentukan strategi pencegahan dan pengobatan yang lebih efektif.
Penting bagi kedua kelompok untuk menyesuaikan perilaku kesehatan mereka dengan pemahaman ini. Untuk pria, ini mungkin berarti lebih banyak mengambil tindakan pencegahan dan berupaya mengubah gaya hidup yang kurang sehat. Sedangkan untuk wanita, mengetahui bahwa walaupun memiliki sistem imun yang lebih baik, mereka tetap perlu peka terhadap kemungkinan komplikasi dan gejala berat saat sakit.
Dalam kesimpulannya, hasil-hasil penelitian ini menawarkan wawasan baru dalam dunia kesehatan masyarakat dan menunjukkan bahwa perbedaan biologis antara jenis kelamin memiliki dampak yang mendalam pada kesehatan. Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh pria dan wanita, diharapkan langkah-langkah penyuluhan kesehatan dapat disusun dengan lebih baik, guna mengurangi risiko penyakit di kedua kelompok.