Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) telah mengeluarkan peringatan terkait penggunaan drone yang semakin marak di kawasan objek wisata tersebut. Penggunaan pesawat udara kecil tanpa awak ini bisa mengganggu kehidupan satwa dan mengacaukan ekosistem. Penegasan tersebut disampaikan oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai TNGR, Teguh Rianto, dalam sebuah konferensi pers di Mataram pada Rabu, 18 September 2024.
Teguh menyampaikan, jumlah pendaki yang membawa drone saat ini mencapai sekitar 400 orang. Hal ini dianggap dapat mengganggu habitat alami satwa di dalam kawasan taman nasional. “Ketika semua pendaki yang sekarang rata-rata 400 orang bawa drone semua, apa jadinya satwa kami yang di atas, bisa kacau ekosistem,” ungkapnya. Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem di Taman Nasional Gunung Rinjani, yang merupakan salah satu destinasi wisata alam yang berharga di Indonesia.
Sebagai respons terhadap isu ini, pada 17 September 2024, Balai TNGR menerbitkan pengumuman tentang prosedur penggunaan drone di kawasan tersebut. Pengumuman ini dibuat berdasarkan pengamatan di lapangan yang menunjukkan meningkatnya minat pengunjung untuk menggunakan drone. Balai TNGR menetapkan bahwa setiap wisatawan yang membawa drone ke kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani harus mendapatkan izin dari pihak balai. Ini merupakan langkah preventif untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan satwa serta kelestarian ekosistem.
Penggunaan drone juga memiliki konsekuensi finansial. Balai TNGR memungut tarif untuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP) bagi wisatawan yang ingin menggunakan drone untuk tujuan komersial. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014, besaran pungutan dibagi menjadi tiga kategori, yakni: tarif Rp10 juta per paket untuk video komersial, pengambilan gambar melalui handycam senilai Rp1 juta per paket, dan pengambilan foto Rp250 ribu per paket. Ketentuan ini bertujuan untuk mengatur penggunaan drone secara lebih efektif, sehingga dapat meminimalisir dampak negatif terhadap alam.
Aturan mengenai penggunaan drone di Taman Nasional Gunung Rinjani ini berlaku untuk semua lokasi dalam kawasan taman, terutama pada destinasi wisata yang potensial menjadi sasaran penggunaan drone. Penggunaan drone di luar destinasi wisata diperkenankan hanya untuk keperluan penelitian. Ini menunjukkan keterbatasan penggunaan teknologi modern dalam konteks konservasi alam, di mana perlindungan terhadap satwa dan habitatnya menjadi prioritas utama.
Teguh menjelaskan bahwa Taman Nasional Gunung Rinjani bukan hanya sekadar tempat berwisata, tetapi juga kawasan konservasi yang harus dikelola dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan. Dalam konteks ini, pengunjung diharapkan untuk mengedepankan aturan yang ada, agar ekosistem tetap terjaga. Ia menegaskan kembali bahwa kawasan ini tak hanya menjadi tempat bagi pendaki, melainkan juga merupakan rumah bagi berbagai spesies satwa.
Taman Nasional Gunung Rinjani sendiri memiliki sejarah panjang sebagai kawasan Suaka Marga Satwa yang telah ditetapkan sejak tahun 1941 oleh Gubernur Hindia Belanda. Pada 6 Maret 1990, kawasan ini resmi diubah menjadi Taman Nasional Gunung Rinjani dalam upacara puncak Pekan Konservasi Alam Nasional ke-3. Dengan luas total pembagian dua wilayah pengelolaan—Seksi Konservasi Wilayah I di Lombok Utara mencapai 12.357 hektare dan Seksi Konservasi Wilayah II di Lombok Timur seluas 22.152 hektare—mengindikasikan pentingnya kawasan ini untuk menjaga keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistem yang ada.
Balai TNGR mencatat bahwa fungsi pokok dari Taman Nasional Gunung Rinjani adalah sebagai tempat perlindungan ekosistem, sistem penyangga kehidupan, serta pemanfaatan yang berkelanjutan dari sumber daya alam hayati. Dalam hal ini, pengunjung dan pengguna drone perlu memahami bahwa benar-benar tidak hanya dilarang semata, tetapi setiap tindakan mereka di dalam kawasan ini akan berkontribusi pada keberlangsungan hidup ekosistem yang ada.
Dalam era teknologi yang terus berkembang, menjadi tantangan tersendiri untuk menyeimbangkan antara kemajuan teknologi—seperti penggunaan drone—dengan upaya untuk menjaga kelestarian alam. Regulasi yang ketat dan kesadaran kolektif dari pengunjung adalah dua kunci utama dalam menjaga Taman Nasional Gunung Rinjani agar tetap menjadi tempat yang aman dan nyaman baik bagi manusia maupun bagi satwa yang tinggal di dalamnya.