Jumlah korban tewas akibat banjir dan tanah longsor di Nepal terus meningkat, dengan angka terbaru mencapai 170 orang. Kejadian yang menghanguskan banyak nyawa ini telah memaksa pemerintah Nepal untuk menutup sekolah-sekolah selama tiga hari. Penutupan sekolah ini dimaksudkan untuk memberikan waktu bagi evaluasi dan perbaikan terhadap kerusakan yang dialami oleh fasilitas pendidikan pasca-bencana.
Banjir yang Melanda Kathmandu terjadi pada akhir pekan lalu, menyebabkan berbagai aktivitas normal terhenti di lembah Kathmandu. Meski penerbangan domestik sudah kembali beroperasi, situasi lalu lintas tetap mengalami gangguan. Selama bencana, setidaknya 150 penerbangan terpaksa dibatalkan, menambah kesulitan bagi warga yang ingin melanjutkan aktivitas harian mereka.
Dari laporan yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri Nepal, hingga saat ini masih ada 42 orang yang dilaporkan hilang. Dalam insiden yang sangat tragis, 35 dari korban tewas terjebak dan terkubur hidup-hidup di dalam tiga kendaraan saat tanah longsor menerjang mereka di wilayah selatan Kathmandu.
Tayangan televisi menunjukkan situasi di lapangan, di mana petugas penyelamat menggunakan alat untuk membersihkan lapisan lumpur dan mengevakuasi jenazah dari dua bus yang terjerat tanah longsor di jalur utama menuju Kathmandu. Gambar-gambar tersebut mencerminkan betapa parahnya dampak bencana ini, dan kerja keras tim penyelamat yang berada di lokasi untuk meringankan beban dari korban.
Ia menambahkan bahwa beberapa daerah di ibu kota Nepal mengalami curah hujan yang ekstrem, dengan intensitas hingga 322,2 mm. Hal ini menyebabkan permukaan sungai Bagmati naik 2,2 meter di atas batas bahaya, yang memicu terjadinya banjir dan longsor. Namun, pada hari Minggu, kondisi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan dengan hujan yang mereda di banyak lokasi, membolehkan warga untuk kembali ke rumah-rumah mereka yang telah rusak akibat luapan air.
Meski adanya harapan, pihak berwenang melaporkan bahwa banyak sekolah dan gedung universitas mengalami kerusakan serius. Dalam menghadapi situasi ini, juru bicara Kementerian Pendidikan Nepal, Lakshmi Bhattarai, menyampaikan pentingnya penutupan sekolah di daerah-daerah yang terimbas bencana. “Kami telah mendesak pihak berwenang terkait untuk menutup sekolah-sekolah di daerah yang terkena dampak selama tiga hari,” ungkapnya, menggambarkan kesulitan yang dihadapi siswa dan orang tua.
Dalam konteks ini, bencana alam bukan hanya mengenai dampak fisik tapi juga psikologis bagi masyarakat yang kehilangan anggota keluarga dan tempat tinggal. Banyak warga yang kini tinggal di tempat penampungan sementara karena rumah mereka tidak lagi dapat dihuni.
Pemerintah lokal serta berbagai organisasi non-pemerintah kini berupaya untuk memberikan bantuan kepada para korban, meskipun tantangan logistik akibat infrastruktur yang rusak cukup besar. Misalnya, akses ke daerah-daerah terpencil menjadi lebih sulit akibat jalan-jalan yang tertutup lumpur dan puing-puing.
Prediksi cuaca untuk beberapa hari ke depan menunjukkan kemungkinan terjadinya hujan ringan, yang bisa memperburuk situasi di area yang sudah terimbas. Oleh karena itu, Kementerian Dalam Negeri Nepal terus memantau perkembangan dan memberikan informasi terkait keselamatan kepada warga.
Dengan adanya bencana ini, masyarakat Nepal dihadapkan pada pertanyaan tentang kesiapsiagaan dan mitigasi bencana untuk mengurangi risiko di masa mendatang. Dalam beberapa tahun terakhir, akibat perubahan iklim, Nepal telah mengalami peningkatan frekuensi kejadian cuaca ekstrim seperti hujan lebat yang dapat menyebabkan banjir dan longsor. Sehingga, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bersiap menghadapi bencana serupa di masa depan.
Selama beberapa hari ke depan, perhatian utama akan tertuju pada upaya penyelamatan, pemulihan, dan bantuan kepada korban. Dengan harapan bahwa situasi akan segera membaik, masyarakat Nepal harus bersatu dan menerima bantuan demi memulihkan kehidupan mereka pascabencana yang telah merenggut begitu banyak nyawa dan harta benda.