Pada tanggal 20 September 2024, Belanda mengumumkan bahwa mereka akan mengembalikan sebanyak 288 artefak bersejarah dan benda-benda budaya yang sebelumnya diambil secara ilegal dari Indonesia selama masa kolonial. Keputusan ini disampaikan melalui pernyataan resmi dari kantor pemerintah Belanda, menegaskan pentingnya artefak tersebut bagi kebudayaan dan sejarah Indonesia.
Artefak yang dikembalikan terdiri dari beragam benda bernilai sejarah, termasuk patung-patung dari awal abad ke-19, senjata, koin, perhiasan, serta tekstil. Pengembalian ini dilakukan atas permintaan resmi dari pihak Indonesia, yang disampaikan melalui upaya diplomasi budaya untuk mengembalikan benda-benda yang menjadi bagian dari warisan budaya bangsa.
Direktur Jenderal Kebudayaan Indonesia, Hilmar Farid, dan Komite Repatriasi Indonesia hadir dalam acara resmi pengembalian artefak yang berlangsung di Wereldmuseum Amsterdam. Dalam pernyataan pemerintah Belanda, dijelaskan bahwa semua benda tersebut diambil secara salah selama masa penjajahan dan kini telah diakui sebagai bagian dari kepentingan budaya Indonesia.
Dari total artefak yang dikembalikan, terdapat empat patung yang memiliki nilai historis tinggi, yang diambil dari Jawa pada paruh pertama abad ke-19. Selain itu, terdapat 284 objek lain yang diambil dari Bali Selatan pada tahun 1906, pasca penaklukan kolonial Belanda, yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia yang beragam.
Pengembalian artefak ini merupakan bagian dari upaya Belanda untuk memeriksa dan merefleksikan item-item yang berada dalam koleksi mereka, terutama yang terkait dengan sejarah kolonial. Komite Koleksi Kolonial bertugas untuk menyelidiki asal-usul artefak yang diperoleh dari negara lain dan memberikan rekomendasi untuk pengembalian barang-barang tersebut kepada negara asalnya. Kebijakan ini semakin dikuatkan di Belanda, sebagai respons terhadap kritik yang mendesak terkait pengembalian artefak yang diambil melalui cara yang tidak etis selama masa kolonial.
Ini bukan kali pertama Belanda mengembalikan artefak sejarah kepada Indonesia. Pada musim panas tahun 2023, Belanda juga telah melakukan pengembalian artefak kepada beberapa negara, termasuk Indonesia dan Sri Lanka, yang menunjukkan perubahan dalam kebijakan nasional mengenai pengelolaan koleksi kolonial. Langkah-langkah ini menunjukkan kesadaran yang meningkat mengenai pentingnya melakukan rekonsiliasi terhadap sejarah yang pernah terjadi, serta pengakuan terhadap hak-hak budaya negara lain atas artefak yang menjadi bagian dari sejarah mereka.
Dalam konteks yang lebih luas, pengembalian artefak ini bisa dilihat sebagai langkah positif dalam upaya pemulihan hubungan antara Indonesia dan Belanda yang pernah terjalin dalam sejarah panjang penjajahan. Selain memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk memperkuat identitas budayanya, pengembalian ini juga menciptakan peluang untuk kerja sama di bidang budaya dan pendidikan antara kedua negara.
Setelah pengembalian tersebut, artefak-artefak ini diharapkan dapat dipamerkan di berbagai lokasi di Indonesia, memungkinkan masyarakat untuk melihat langsung warisan sejarah yang menjadi bagian dari kisah bangsa mereka. Pengembalian ini diharapkan tidak hanya membawa dampak bagi aset kebudayaan, namun juga meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga dan menghargai warisan budaya yang ada.
Dalam dunia yang semakin global, upaya pengembalian artefak bersejarah mencerminkan tanggung jawab moral negara-negara yang pernah terlibat dalam kolonialisme. Dengan mengembalikan artefak, Belanda menegaskan bahwa mereka menghargai hubungan budaya dan ingin melakukan tindakan yang lebih adil terhadap negara-negara yang pernah dijajah.
Kedepannya, diharapkan agar lebih banyak negara dapat terinspirasi oleh langkah positif ini, dan melakukan tindakan serupa untuk mengembalikan artefak bersejarah kepada negara-negara asalnya. Ini bukan hanya sekadar administratif, tetapi juga tentang mengakui sejarah dan memberikan kesempatan bagi negara-negara yang pernah mengalami kolonialisasi untuk menghidupkan kembali warisan dan identitas mereka dengan cara yang lebih berarti.
Perkembangan seperti ini menunjukkan bahwa dialog tentang sejarah kolonial belum sepenuhnya selesai dan masih ada banyak yang perlu dilakukan untuk mengatasi luka-luka masa lalu. Pengembalian artefak-artefak bersejarah hanya langkah awal dalam perjalanan panjang menuju rekonsiliasi dan pemulihan hubungan antarbangsa yang terluka oleh sejarah.