Kanker limfoma dan tuberkulosis (TBC) adalah dua penyakit yang memiliki beberapa gejala yang serupa, termasuk batuk. Namun, penting bagi masyarakat untuk memahami perbedaan antara kedua kondisi ini agar tidak terjadi salah diagnosis, yang dapat berakibat fatal. Dr. Andhika Rachman, seorang dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi onkologi medik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, menjelaskan bahwa pemahaman yang tepat mengenai gejala dan perbedaan mendasar dari masing-masing penyakit sangatlah penting.
Kanker limfoma merupakan penyakit inflamasi, sedangkan TBC adalah penyakit infeksi. Keduanya bisa memicu munculnya batuk, terutama disebabkan oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terletak di area paru-paru. Hal ini dapat membuat pasien merasa khawatir, terutama jika batuk yang dialami berlangsung lama dan disertai dengan gejala lain seperti penurunan berat badan atau demam.
Khusus untuk TBC, pengobatan yang tepat dan cepat sangatlah penting. Menurut Dr. Andhika, pengobatan TBC selama dua bulan akan menunjukkan perubahan signifikan pada kondisi pasien. Pasien yang sebelumnya menunjukkan gejala seperti penurunan berat badan, lemas, dan kehilangan nafsu makan biasanya akan merasakan peningkatan kondisi setelah menjalani pengobatan. Jika setelah masa pengobatan tersebut kondisi pasien tidak membaik, hal ini bisa menjadi sinyal bahwa munculnya gejala tersebut mungkin disebabkan oleh kanker limfoma, bukan TBC.
Dalam konteks ini, pemeriksaan lanjutan sangat diperlukan, terutama setelah dua bulan pengobatan TBC. Dr. Andhika menekankan pentingnya melakukan rontgen untuk memastikan apakah ada perbaikan yang signifikan di paru-paru atau jika TB sudah menyebar ke kelenjar getah bening.
Benjolan di tubuh juga bisa menjadi salah satu penanda penting. Meskipun TBC dapat menyebabkan benjolan akibat infeksi, benjolan akibat kanker limfoma biasanya lebih banyak dan terlokalisasi mengikuti jalur kelenjar getah bening. Kelebihan jumlah dan lokasi benjolan ini menjadi salah satu cara untuk membedakan antara dua penyakit ini.
Diagnosis awal kanker limfoma menjadi sangat penting untuk memastikan pengobatan yang efektif dapat segera diberikan. Dr. Andhika mengungkapkan bahwa sering kali diagnosis baru bisa ditegakkan setelah serangkaian pemeriksaan seperti CT Scan dan biopsi, yang bisa memakan waktu hingga satu bulan. Hal ini diharapkan bisa dipercepat, sehingga proses diagnostik untuk kanker limfoma seharusnya dilakukan dalam waktu satu minggu agar penanganan bisa lebih cepat.
Kanker limfoma juga terkenal dapat berkembang dengan cepat dalam rentang waktu bulan hingga tahun. Pasien dengan kanker limfoma Hodgkin, contohnya, memiliki risiko kekambuhan dalam lima tahun sebanyak 15 persen. Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap gejala sangat penting. Jika terdapat keluhan seperti benjolan di leher, nyeri saat buang air kecil, atau kesulitan menelan, sangat dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter, guna melakukan imaging dan memastikan diagnosis dengan tepat.
Dari sudut pandang masyarakat umum, perbedaan gejala antara TBC dan kanker limfoma harus dipahami dengan baik, agar diagnosa bisa dilakukan dengan akurat. Di satu sisi, TBC sering diikuti gejala umum seperti batuk berdarah, berkeringat malam, dan demam yang tidak kunjung reda. Di sisi lain, kanker limfoma seringkali disertai gejala tidak khas seperti pembengkakan kelenjar getah bening, kelelahan yang berkepanjangan, serta penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Keterlambatan dalam diagnosis penyakit-penyakit ini dapat berisiko tinggi. Masyarakat diimbau untuk tidak mengabaikan gejala yang ada, terutama jika gejala tersebut terus berlanjut atau semakin parah. Diagnosis yang cepat dan tepat adalah kunci untuk peningkatan hasil pengobatan, baik untuk pasien TBC maupun kanker limfoma.
Kesehatan masyarakat juga perlu diperhatikan, terutama mengenai pencegahan yang bisa dilakukan untuk kedua kondisi ini. Untuk TBC, menjaga hidup sehat, menghindari kontak dengan penderita, dan menjalani pemeriksaan secara berkala adalah langkah-langkah pencegahan yang banyak dianjurkan. Sedangkan untuk mencegah kanker limfoma, menjaga pola hidup sehat dan rutin berolahraga juga dapat membantu.
Di pusat pelayanan kesehatan, edukasi mengenai perbedaan gejala antara TBC dan kanker limfoma perlu ditingkatkan. Hal ini dapat membantu masyarakat lebih peka terhadap kondisi kesehatan mereka. Sumber informasi yang akurat dan edukatif dapat mengurangi tingkat kesalahan diagnosis, yang sering kali terjadi akibat kurangnya pemahaman mengenai kedua penyakit ini.
Dalam konteks ini, berbagai instansi kesehatan harus bekerja sama untuk menyebarkan informasi yang relevan. Adanya kampanye kesehatan yang menjelaskan perbedaan gejala, serta pentingnya pemeriksaan lebih awal, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat. Akhir kata, masyarakat diharapkan untuk lebih proaktif dalam menjaga kesehatan mereka dan tidak ragu untuk berkonsultasi ke dokter ketika menemukan gejala yang mencurigakan.