Masyarakat di wilayah tertinggal, yang dianggap sebagai daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), merasakan dampak positif yang signifikan dari kehadiran internet yang disediakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Data terbaru menunjukkan bahwa 73% dari 8,1 juta pengguna internet di daerah tertinggal merasa puas dengan akses yang diberikan oleh Bakti. Sebaliknya, hanya 21,9% yang menyatakan kurang puas dengan layanan tersebut. Hal ini menandakan peningkatan dalam kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut berkat akses informasi dan komunikasi yang lebih baik.
Penetrasi internet di wilayah tertinggal mencapai angka 82,6% pada September 2024, meskipun masih ada 17,4% masyarakat yang belum terhubung dengan internet. Kehadiran internet di daerah-daerah ini tidak hanya memudahkan akses informasi, tetapi juga membuka peluang baru bagi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Tanah Air (APJII) menunjukkan bahwa 47,6% responden menggunakan internet untuk mengakses media sosial, sementara 12,5% lainnya menggunakannya untuk mencari hiburan.
Sebelum Bakti memulai proyek pembangunan infrastruktur internet, kondisi akses di desa-desa tersebut berada pada tingkat sedang hingga rendah. Selama periode sebelum kedatangan Bakti, 64,1% responden mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses internet, dan 16,7% responden mengaku tidak memiliki akses sama sekali. Hanya 17,5% dari mereka yang merasa mendapatkan layanan internet dengan kualitas yang cukup baik. Dengan tantangan akses yang besar tersebut, kehadiran internet Bakti telah menciptakan perubahan yang nyata bagi masyarakat setempat.
Setelah internet Bakti hadir, manfaat nyata mulai dirasakan oleh masyarakat. Sebanyak 33,63% responden melaporkan bahwa mereka dapat berkomunikasi lebih baik dengan keluarga dan teman menggunakan aplikasi pesan sosial media. Selain itu, 18% menggunakan internet untuk mendengarkan musik secara streaming, 14,8% mencari informasi terbaru secara daring, dan 9% mencari peluang kerja serta pendidikan. Terdapat pula responden yang memanfaatkan internet untuk meningkatkan keterampilan (6,3%) dan melakukan transaksi secara online (7%).
Survei Penetrasi Internet di Daerah Tertinggal ini melibatkan 1.950 responden yang tersebar di 64 kabupaten di 17 provinsi. Dari total responden, 46% berada di wilayah Papua, 21% di Nusa Tenggara Timur, dan 9% di Maluku. Mayoritas responden (60%) adalah masyarakat yang berusia antara 12 hingga 43 tahun, di mana pekerjaan utama mereka adalah petani (18,8%), ibu rumah tangga (19,5%), pelajar/mahasiswa (15%), dan wiraswasta (8,3%).
Kepala Divisi Pengadaan Bakti, Gumala Warman, menyatakan bahwa upaya untuk memangkas kesenjangan digital di daerah rural dilakukan melalui pembangunan infrastruktur, yang terdiri dari base transceiver station (BTS) 4G, jaringan serat optik, dan satelit. Bakti telah membangun infrastruktur BTS di 1.665 lokasi dan telah menyediakan layanan internet berbasis serat optik dan satelit di 18.697 titik layanan publik di seluruh Indonesia.
Dalam upaya untuk meningkatkan akses internet, proyek Palapa Ring yang mengunakan jaringan fiber optik sepanjang 12.229 km telah menjadi tonggak penting dalam telekomunikasi pemerintah. Untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh infrastruktur serat optik, Bakti mengoptimalkan penggunaan Satelit High Throughput Satellite (HTS) bernama Satria 1 yang memiliki kapasitas sebesar 150 Gbps. Satelit ini telah meluncur pada 19 Juni 2023 dan mulai beroperasi pada 2 Januari 2024.
Namun, pembangunan akses telekomunikasi di daerah 3T tidak tanpa tantangan. Gumala Warman mengungkapkan bahwa kondisi geografis yang sulit dan medan yang berat menjadi kendala utama dalam pengembangan akses telekomunikasi. Daerah 3T sering kali memiliki tantangan seperti hutan belantara, pegunungan dan pulau-pulau kecil yang terisolasi, yang membuat pembangunan infrastruktur menjadi lebih mahal dan kompleks. Keterbatasan infrastruktur pendukung seperti jalan, listrik, dan sumber daya manusia juga menjadi faktor penghambat.
Selain fokus pada pembangunan infrastruktur, Bakti juga memiliki tujuan penting untuk memberdayakan masyarakat agar lebih melek digital. Melalui program literasi digital Empowern3T, Embrace the Digital age Lead the Change, Bakti berusaha memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan ruang digital secara maksimal. Dalam pemaparannya, Gumala menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam program ini agar mereka bisa mendapatkan berbagai manfaat dari keberadaan internet.
Kehadiran internet di daerah tertinggal, yang didukung oleh Bakti, tampaknya membuka jalan baru bagi masyarakat menuju perkembangan yang lebih baik. Dengan adanya akses informasi dan komunikasi yang lebih baik, masyarakat di wilayah 3T kini dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan cara yang lebih efisien dan produktif. Program-program yang ada diharapkan dapat terus berlanjut sehingga semakin banyak masyarakat di daerah tersebut yang merasakan manfaat dari akses internet, demi menciptakan masa depan yang lebih baik.